Thursday, February 4, 2016

'Mbak, Saya Mencintai Sesama Jenis'

Seorang gadis curhat di inbox akun media sosial saya, "Mbak, saya mencintai sesama jenis.\" Ia menceritakan bagaimana kini ia jatuh cinta dengan sesama wanita.Semua berawal beberapa tahun lalu setelah ia putus dari pacar prianya. Berkali-kali ia disakiti laki-laki hingga akhirnya merasa nyaman ketika dekat dengan teman perempuan. Kedekatan yang menumbuhkan cinta.

Gadis itu bertanya apa pendapat saya dan bagaimana ia harus bersikap. Cukup lama saya berpikir bagaimana menjawab pertanyaannya. Ada beberapa pilihan untuk merespons pertanyaan seputar lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Beberapa orang memilih memberi jawaban tegas dengan pendekatan ayat dan hadis yang tegas menantang LGBT, misalnya, surah al-Ankabut ayat 28 menyatakan itu sebagai perbuatan keji. "Dan, (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, 'Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu.'"
Hadis Rasulullah juga menentang keras. "Dari Jabir RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth (sodomi).' " (HR Ibnu Majah).
Atau, hadis dari Ibnu Abbas RA, "Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali).' " (HR Nasa'i).

Namun, terhadap pembaca yang belum bertemu langsung, saya tidak ingin dia merasa dihakimi. Lagi pula, dari pertanyaannya, saya menangkap sang gadis sudah tahu bagaimana Islam memandang isu ini. Ulama dan lembaga keislaman sudah banyak yang menegaskan keharaman perilaku LGBT.

Di negara lain malah terjadi reaksi yang justru lebih keras. Di Uganda, presiden menerbitkan "Anti-Homosexuality Bill" yang memberi mandat hukuman mati bagi homoseksual. Program televisi Vice mengungkap gerakan antihomoseksual yang awalnya berdasarkan spirit religi, berubah menjadi gerakan homofobia yang brutal.

Dalam sebuah wawancara, seorang pemuda Uganda dengan santainya bercerita kepada reporter perempuan Vice, kekejaman yang mereka lakukan ketika menemukan pasangan LGBT. Liputan tersebut juga mengungkap semangat antihomoseksual dipengaruhi oleh tokoh agama asal Amerika yang ajakannya kurang didengar di negara asalnya, tapi diterjemahkan dengan main hakim sendiri di Uganda.

Setelah menimbang-nimbang, saya akhirnya memutuskan untuk tidak menjawab langsung pertanyaan sang gadis. Saya justru bertanya hal-hal lain seputar ibadah, "Bagaimana shalat kamu? Apakah lima kali sehari? "  "Belum, Mbak, masih bolong-bolong," katanya.
Saya anjurkan agar ia melengkapi shalat lima waktu. Tidakkah shalat merupakan benteng dari kemungkaran? Lalu, dalam dialog lain, saya mulai bicara tentang akidah. Saya melakukan pendekatan melalui pijakan yang kami sama-sama sepakati.

Saya dan sang gadis percaya bahwa Allah Mahabaik, Allah Mahatahu, Alquran adalah rujukan, shalat harus dikerjakan, dan lainnya. Saya memilih tidak membenturkan diri pada hal yang tidak disepakati sehingga kami tetap saling berkomunikasi.

Selang beberapa hari berlalu, saya hanya bisa menyertai dengan doa. Kemudian, sang gadis menyampaikan kabar terbaru. "Mbak, saya tahu saya salah, doakan ya, Mbak, agar saya sanggup kembali ke jalan Allah." Keinginan itu, subhanallah. Allah Maha Pemberi Hidayah bagi siapa pun yang mencoba mendekat.

Bagi saya, kesadaran akan jalan mana yang benar dan mana yang salah adalah awal terbaik dan saya bersyukur sang gadis akhirnya menemukannya. Semoga Allah memberi cukup umur sehingga sang gadis benar-benar bertobat sebelum dipanggil menghadap-Nya.

Doa serupa dalam diam saya panjatkan juga untuk mereka yang lupa pada fitrahnya atau yang saat ini berjuang demi kembali kepada fitrah. Mereka yang sempat merasa memiliki kecenderungan, tapi memutuskan melawannya semata agar menjadi anak yang kelak mampu menyumbang surga--bukan menjerumuskan neraka bagi kedua orang tua.

Doa bagi siapa saja yang saat dalam upaya melawan hasrat yang tidak semestinya, kemudian berumah tangga dan bertekad menjadi suami atau istri yang membanggakan, ayah maupun ibu yang mampu diteladani anak-anak karena yakin Allah Mahaadil. Dia tidak pernah salah dalam menciptakan hamba-Nya. Dan, Sang Maha Penyayang dan Pengasih tak mungkin memberi kondisi dan ujian yang mustahil dipikul hambanya.

Oleh : Asma Nadia

sumber republika.co.id

No comments:

Post a Comment