Thursday, February 4, 2016

Al Muzani


Al Muzani gundah. Ia terserang penyakit pemikiran. Sesuatu yang di masa itu dikenal dengan ilmu kalam. Intinya, mendalami tauhid dan eksistensi ketuhanan Allah dengan logika-logika rasional murni. Misalnya tentang sifat-sifat Allah yang dipertanyakan dengan membandingkan sifat manusia. Tentang takdir, apakah manusia punya hak pilih dalam prilaku atau terpaksa. Asal muasalnya juga seputar kalam Allah, yaitu firman Allah. Tetapi ngelantur soal bagaimana cara Allah bicara, dengan huruf atau tidak. Apakah huruf itu diciptakan atau tidak. Begitu seterusnya.

Sebelum Imam Syafi’I dating ke negeri Al Muzani, Mesir, Al Muzani sering terseret mengunyah-ngunyah kerumitan logika seperti itu yang tengah marak. Al Muzani sendiri dikenal sebagai sosok muda yang sangat suka belajar sejak usia belia. 

Hari itu kegundahannya datang lagi. Ia pun datang menemui Imam Syafi’I, ulama besar yang mulai menetap di negerinya, setelah sebelumnya menjadi ulama besar di Mekkah dan Irak.
Imam Syafi’I marah seraya bertanya, “Tahukah kamu berada dimana dirimu saat ini?”, “ya, di sini, di tempat ini,” jawab Al Muzani. “Bukan, kamu sedang berada di Taron, sebuah tempat di lautan yang sangat berbau, tempat di mana Firaun dan kaumnya ditenggelamkan”, jawab Imam Syafi’i.

Lalu Imam Syafi’i melanjutkan, “Pernahkah kamu mendengar Rasulullah memerintahkan kita untuk menanyakan hal-hal seperti itu?”, “Tidak”, jawab Al Muzani. “Kamu tahu jumlah bintang di langit dan kapan masing-masing terbit serta kapan tenggelam?”. “Tidak” jawab Al Muzani. “Sesuatu yang kamu bias melihat dengan mata saja kamu tidak tahu, sekarang kamu mau mengaduk-aduk secara ngawur seputar masalah penciptanya?”. Kemudian Imam Syafi’i bertanya lagi kepada Al Muzani tentang suatu masalah dalam soal wudhu.

“Tapi jawabanku salah” kenang Al Muzani. Lantas Imam Syafi’I membagi soal wudhu kepada empat hal. “Dan menanyakan satu persatu kepadaku. Tapi tidak ada satupun jawabanku yang benar”, kata Al Muzani.  Maka Imam Syafi’i marah dan berkata lagi, “Bagaimana kamu ini, ilmu tentang sesuatu yang harusnya kamu ketahui (wudhu) karena kamu perlukan minimal lima kali setiap hari saja kamu tidak mengerti. Lalu kamu membebani dirimu dengan ilmu yang tidak jelas tentang Tuhan. Jika muncul rasa ragu di dalam dirimu, katakan, “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang satu, tidak ada Tuhan selain Dia, dan Dia Maha pengasih lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah : 163)

Sesudah dialog itu Al Muzanibertaubat dan mendalami ilmu fiqh, berguru kepada Imam Syafi’i. Kelak, Al Muzani merupakan salah satu murid Imam Syafi’i yang berhasil menjadi tokoh besar. Ia juga berperan penting dalam menyebarkan ilmu Imam Syafi’i. Imam Syafi’i pernah berkomentar, “Al Muzani adalah penopang dan penyebar madzhabku”.

Salah satu karya Al Muzani yang terkenal adalah Mukhtasar Al Muzani. “Buku ini aku ringkaskan dari ilmu Imam Syafi’i, kata Al Muzani. Ketika Imam Syafi’i wafat, bahkan Al Muzani pula yang memandikan jenazahnya. Sesudah itu al Muzani dikenal sebagai ulama besar dan mujtahid mutlak hingga akhir hayatnya.
Semoga bermanfaat.

Sumber Majalah Tarbawi 182 Th.10 Rajab 1429 H.

No comments:

Post a Comment