Wednesday, February 17, 2016

Rekaman Bersama Ayah

Bismillahirrohmanirrohim,

Anak-anak memiliki keunikan dan juga kekhasannya masing-masing, peran orang tua, lingkungan dan perjalanan waktu yang dirasakannya memberikan warna tersendiri bagi anak-anak. Tugas dan fungsi orang tua begitu besar dalam pembentukan karakter anak-anak. Semakin besar impian yang ingin diwujudkan pada diri sang anak maka pengorbanan yang harus dilakukan orang tua pasti jauh lebih besar lagi. Tidak semata-mata memenuhi kebutuhan-kebutuhan sandang, papan dan pangannya saja, namun keseluruhan kebutuhan jiwa, pemikiran, perasaan anak harus juga terpenuhi.

Kebutuhan-kebutuhan jiwa, pemikiran dan juga perasaan inilah yang sebenarnya memberikan kematangan dan juga kedewasaan pada diri sang anak. Benar bahwa sandang, papan dan pangan penting bagi keluarga, namun yang membuat mereka menjadi pribadi yang siap menghadapi tantangan kehidupan pada zamannya adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jiwa pada anak-anak. Contoh langsung dari orang tua dalam berinteraksi dengan keluarga menghasilkan lukisan-lukisan kejiwaan yang akan dikenang dalam kehidupannya, terutama ketika sang anak dalam masa-masa kritis. Kebutuhan jiwa ini tidak lain adalah keteladanan orang tua dalam mendampingi proses pembentukan seorang anak menjadi pribadi yang lebih matang dan dewasa dalam menyikapi keadaan yang dihadapinya.

Saya teringat kisah seorang sahabat yang menceritakan pengalaman hidupnya bersama ayahnya. Rekaman kehidupan bersama sang ayah begitu kuat melekat dalam jiwanya, dan rekaman-rekaman tersebut mempengaruhi dirinya menjadi lebih baik. Ia menceritakan, ketika masa-masa smp ia pernah terpengaruh oleh lingkungan sekolah dan rumah yang kurang baik. Ia menjadi anak yang suka mencoret-coret dinding dengan grafiti. Di jalanan, jembatan, dinding rumah, sekolah dan sebagainya. Suatu malam, ia membuat tulisan disebuah dinding tidak jauh dari rumahnya. Sepertinya malam tersebut menjadi malam ketidak beruntungannya. Ia tidak beruntung karena malam tersebut ada orang lain yang menyaksikan aksinya. Ketidak beruntungan kedua, ia menuliskan sesuatu yang tidak patut untuk di tulis. Setelah menyelesaikan aksinya tersebut beliau pergi berkumpul kembali bersama teman-temannya. Tanpa diketahui, orang yang melihat aksi tersebut melaporkan ke pemilik dinding dan seterusnya sampai kepada orang tuanya. Akhirnya pada malam tersebut ayah beliau menghapus coretan tersebut.

Ketika sahabat saya pulang kerumah ia menyaksikan ayahnya sedang mengamplas tulisan yang tadi ia tulis di dinding disaksikan banyak orang. Dia merasakan malu dan ketakutan akan kemarahan ayahnya. Namun ayahnya tidak mengatakan sesuatu yang kasar dan keras. Ia hanya mengatakan, "sudah pulang saja" dengan suara pelan. Ia mengatakan, bila sang ayah malam itu berkata keras, marah, dan kasar mungkin malam itu juga ia akan meninggalkan keluarganya, meninggalkan keluarganya dengan penuh rasa malu. Dan bisa jadi mungkin tidak akan kembali lagi ke rumah karena telah membuat malu orang tua dan keluarganya. Namun karena yang ia rasakan kebijaksanaan seorang ayah dalam menerima segala hal baik maupun buruk sang anak, malam itu ia menyesal dan memutuskan untuk mulai berubah.

Saya merenung, kelak rekaman-rekaman kehidupan manakah yang akan memberikan semangat, dorongan dan juga inspirasi kepada anak-anak saya agar menjadi pribadi yang lebih baik. Dan saya yakin, ayah sahabat saya tersebut tidak sedang melakukan "action" seperti di film, tapi tulus, luhur, suci dari kesadarannya menerima segala kelebihan, kekurangan dan juga keunikan anaknya.

Robert Fulghum mengatakan, "Jangan mengkuatirkan bahwa anak-anak tidak mendengarkan Anda, kuatirkanlah bahwa mereka selalu mengamati anda".

Semoga bermanfaat

Diaz Ahmad
(Imam Masjid Ashhabul Kahfi Manado)

No comments:

Post a Comment