Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
“Umrah satu sampai umrah
berikutnya merupakat kafarat (pelebur
dosa) terhadap dosa yang ada diantara kedua umrah itu. Dan haji mabrur tidak
ada lain balasannya kecuali syurga.”
(HR. Bukhari & Muslim)[1]
Satu persatu saudara, kerabat dan sahabat kita yang
menunaikan ibadah haji telah kembali ke tanah air. Tidak ada do’a yang kita
panjatkan selain mereka semua menjadi haji yang mabrur, haji yang diterima oleh
Allah SWT aamiin yaa Rabbal ‘Aalamiin.
Tahun ini paling tidak 229.000 jama’ah haji dari Indonesia menjadi bagian dari 2 juta lebih jama’ah haji dari berbagai belahan dunia. Bertemu, berkumpul melakukan ritual ibadah yang sama, pakaian yang sama dan kalimat dzikir yang sama. Labbaik Allahuma labbaik, Labbaika laa syarika laka labbaik, Innal hamda wan ni’mataka wal mulk laa syarika laka. Tidak ada kegaduhan, ketakutan dalam lautan manusia ketika mereka wuquf di arafah, tidak ada kebencian dan permusuhan ketika thawaf memutari ka’bah. Semua bersatu padu dalam jalinan persaudaraan islam apapun bangsa, bahasa dan warna kulitnya.
Haji adalah ekspresi dari ikatan ukhuwah Islamiyah, yaitu ketika setiap muslim merasa bahwa ia adalah saudara bagi setiap muslim lainnya yang berada diseluruh belahan dunia. Ia adalah ekspresi dari ajaran persamaan antara seluruh bangsa yang ada jika mereka telah masuk Islam. Haji adalah pengamalan dari firman Allah SWT, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal...” (QS. Al Hujurat : 13)[2]
Ibadah haji merupakan simbol penyerahan dan ketundukan total manusia kepada Allah SWT karena mereka dengan patuhnya menjalankan semua amalan-amalan yang terdapat di dalam ibadah haji yang diperintahkan oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Mereka tidak peduli hakikat dari apa yang sebenarnya mereka kerjakan di dalam ibadah haji tersebut, selama hal itu memang datangnya dari Allah SWT maka mereka akan melaksanakan nya dengan penuh kepatuhan dan ketundukan. Amalan-amalan yang terdapat di dalam ibadah haji seperti thawaf, wuquf, sa’i, mencukur rambut dan yang lainnya tidak lain adalah simbol-simbol ketundukan dan penyerahan total seorang muslim kepada Allah SWT di dalam semua yang diperintahkan oleh-Nya.[3]
Ibadah haji, sholat Idul adha dan menyembelih hewan qurban merupakan syi’ar-syi’ar Allah SWT yang harus kita jaga dan kita agungkan. Karena didalam pengagungan kepada hal-hal tersebut akan menambah dan menguatkan ketakwaan di hati kita. Allah berfirman, “Barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj : 32). Seluruh ibadah yang dilakukan oleh kaum muslimin semata-mata karena ingin menegakkan dan menguatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Ibnu Qayyim rahimahullah menyatakan,”Hakikat taqwa adalah menaati Allah atas dasar Iman dan ihtisab (mengharapkan balasan Allah) baik terhadap perkara yang diperintah ataupun yang dilarang. Maka dia melakukan perintah itu karena Imannya terhadap yang diperintahkan-Nya dan disertai dengan pembenaran terhadap janji-Nya. Dan dengan Imannya itu juga ia meninggalkan yang dilarang-Nya dan takut terhadap ancaman-Nya.”[4] Taqwa lahir sebagai konsekwensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dengan muqorobatullah; merasa takut terhadap murka dan adzab-Nya, dan selalu berharap atas limpahan karunia dan maghfirah-Nya (Ampunan-Nya).[5]
Akhirnya kitapun harus iri terhadap saudara, kerabat dan sahabat kita yang telah menunaikan ibadah haji karena telah menyempurnakan rukun Islam. Iri karena telah dihapuskan dosa-dosanya dan dijanjikan syurga oleh Allah SWT. Semoga Allah SWT memberikan kesempatan bagi diri kita, orang tua dan keluarga kita untuk dapat menyempurnakan rukun Islam dan meraih ampunan dan ridho-Nya.
Hasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal mawla wa ni’man
nashiir
Abiyelkahfi
https://docs.google.com/document/d/1NhNJN-XUGPdEB1qevCLzEmK9nnflRDVJgMeqFFGX8ew/edit?usp=sharing
No comments:
Post a Comment